Laman

Senin, 17 September 2012

Mencari Arti Kehidupan


  • Senin,17 September 2012  13:58
  • Ditulis oleh Yudha anantha
  • Sudah dibaca: 28130 kali   Ul 30:19-20  “Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya, sebab hal itu berarti hidupmu dan lanjut umurmu untuk tinggal di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni kepada Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepada mereka."

    Apakah arti hidup?  Bagaimana saya dapat menemukan tujuan, pemenuhan dan kepuasan dalam hidup? Apakah saya memiliki potensi untuk mencapai sesuatu yang memiliki makna yang kekal? Banyak orang tidak pernah berhenti mempertanyakan apakah arti hidup itu. Mereka memandang ke belakang dan tidak mengerti mengapa mereka merasa begitu kosong walaupun mereka telah berhasil mencapai apa yang mereka cita-citakan.

    Salah satu pemain baseball yang namanya dicatat dalam Baseball Hall of Fame ditanya hal apa yang dia harapkan diberitahukan kepadanya ketika dia baru mulai bermain baseball. Dia menjawab, “Saya berharap orang akan memberitahu saya bahwa ketika kamu sampai di puncak, di sana tidak ada apa-apa.” Banyak cita-cita yang berhasil dicapai dengan kerja keras ternyata tidak mampu memberikan kepuasan setelah dikejar dengan sia-sia bertahun-tahun lamanya.


    Kita hidup dalam masyarakat yang humanistik dimana orang mengejar banyak cita-cita, menganggap bahwa di dalamnya mereka akan mendapatkan makna. Beberapa cita-cita ini termasuk: kesuksesan bisnis, kekayaan, relasi yang baik, seks, hiburan, berbuat baik kepada orang lain, dll. Namun banyak orang yang memberi kesaksian bahwa saat mereka berhasil mencapai cita-cita mereka untuk mendapat kekayaan, relasi dan kesenangan, di dalam diri mereka ada kekosongan yang dalam; perasaan kosong yang tidak dapat dipenuhi oleh apapun. Saya pernah mengenal seseorang yang bila dilihat dari luar kelihatannya hidupnya terbilang sukses. Dia memiliki isteri dan anak-anak yang manis, pekerjaan yang mapan, jabatan pelayanan yang dihormati di gereja serta memiliki gelar master yang diperoleh di luar negeri. Akan tetapi herannya dia tetap merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Sejujurnya bila saya tidak mengenalnya secara pribadi, saya sulit untuk percaya bahwa dia tidak merasa puas dengan semua yang telah dia miliki.


    Ketika Tuhan Allah menciptakan manusia, Dia menciptakannya menurut gambar-Nya. Tuhan menciptakan manusia segambar dengan-Nya karena Dia menginginkan persekutuan dan berbagi kasih dengan mereka. Akan tetapi, sejak manusia jatuh ke dalam dosa, mereka kehilangan persekutuan tersebut. Padahal manusia diciptakan untuk bersekutu dengan Allah sehingga mereka akan tidak lagi dapat merasa utuh bila persekutuan tersebut tidak dipulihkan. Sumber dari segala penderitaan manusia adalah keterpisahan dengan Allah, sang pencipta-Nya.


    Hubungan dengan Allah itu dimungkinkan untuk dipulihkan hanya melalui Anak-Nya, Yesus Kristus. Hidup kekal diperoleh ketika seseorang menyesali dosa-dosanya (tidak mau lagi hidup dalam dosa namun ingin Kristus mengubah mereka dan menjadikan mereka pribadi-pribadi yang baru) dan mulai bergantung pada Yesus Kristus sebagai Juruselamat. Namun makna hidup yang sebenarnya ditemukan ketika orang mulai berjalan mengikuti Kristus sebagai murid-Nya, belajar dari Dia, menggunakan waktu bersama dengan Dia dalam Firman-Nya, bersekutu dengan Dia dalam doa, dan berjalan dengan-Nya dalam ketaatan kepada perintah-perintah-Nya.


      Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.” Tuhan tidak pernah memaksa seseorang untuk mengikuti dan menjadi murid-Nya. Kita bisa memilih untuk mau membayar harga untuk menjadi murid-Nya atau menolak panggilan-Nya tersebut. Kita bisa terus berusaha mengarahkan hidup kita sendiri (dan sebagai hasilnya hidup dalam kehidupan yang kosong) atau kita bisa memilih untuk mengikuti Tuhan dan rencana-Nya bagi hidup kita, mengikuti-Nya dengan sepenuh hati (hasilnya, hidup yang penuh arti dan mendapatkan kepuasan). Bapa kita di surga sangat mengasihi kita dan menghendaki yang terbaik bagi kita. Kehendak-Nya memang bukan selalu yang paling mudah, tapi pada akhirnya itu yang paling memberi kepuasan.


    Ada harga mahal yang harus dibayar untuk dapat memperoleh kehidupan yang penuh makna (penuh sukacita dan berkelimpahan) seperti yang telah dijanjikan oleh Kristus. Mereka yang telah membayar harga (penyerahan penuh kepada Kristus dan kehendak-Nya) dapat menikmati hidup secara penuh; dan mereka bisa memandang diri sendiri, teman-teman mereka, dan Pencipta mereka tanpa ada penyesalan. Sudahkah Anda membayar harga? Apakah Anda bersedia? Jika Anda bersedia, Anda tidak akan pernah kehilangan makna atau tujuan hidup lagi. Semoga Tuhan memakai tulisan ini untuk mengubah hidup Anda!